Fenomena ‘Climate Change Denial’ tidak hanya terjadi pada masyarakat yang tinggal di belahan dunia barat, tetapi gejala ini juga menyerang masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh YouGov 30 Juli – 24 Agustus 2020, Indonesia berada di peringkat atas (21%), mengalahkan Amerika Serikat (19%) dan Arab Saudi (18%). Dapat dipahami apabila masyarakat Indonesia yang notabene secara geografis hidup di kawasan yang dilewati garis khatulistiwa mengalami gejala tersebut. Berbagai kejadian dan bencana hidrometeorologi yang disebabkan oleh perubahan iklim dianggap sesuatu yang lumrah atau masyarakat lebih memilih pasrah karena dianggap sebagai musibah.
Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di kawasan subtropis. Masyarakat yang tinggal di kawasan subtropis berkesempatan untuk mengalami 4 musim yaitu musim semi (spring), musim panas (summer), musim gugur (autumn), dan musim dingin (winter). Masyarakat Indonesia yang hanya mengalami musim kemarau dan musim penghujan, tidak merasa mengalami perubahan yang ekstrim. Namun, dampak nyata yang seharusnya disadari masyarakat Indonesia dari adanya fenomena perubahan iklim yaitu inflasi pangan.
Krisis Iklim Penyebab Inflasi Pangan
Perubahan iklim atau yang saat ini lebih dipertegas dengan istilah krisis iklim merupakan kondisi yang mengacu pada perubahan ekstrim jangka panjang terkait suhu dan pola cuaca. Pada dasarnya perubahan ini dapat terjadi secara alami, tetapi sejak era revolusi industri abad ke-18, perubahan ini terjadi lebih cepat. Hal ini dikarenakan masifnyapenggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) sejak saat itu.
Krisis iklim bagi Indonesia sesungguhnya dapat berdampak pada semua sektor, tetapi salah satu sektor yang paling terdampak dan mempengaruhi sektor lain yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian yang pada dasarnya sangat bergantung pada temperatur, ketersediaan air, curah hujan akan sangat terdampak akibat terjadinya krisis iklim. Krisis iklim yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti curah hujan ekstrim, angin kencang, banjir, kekeringan, hingga puting beliung. Perubahan pola musim dan bencana tersebut tentu saja mengancam terjadinya gagal panen di sektor pertanian.
Gagal panen menjadi salah satu momok yang paling ditakuti oleh para petani. Namun seharusnya, gagal panen juga menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat. Pasalnya gagal panen ketika terjadi terus-menerus akan menurunkan suplai kebutuhan pangan. Sebagaimana konsep ekonomi yang dikenalkan doleh Alfred Marshal tentang elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand). Secara teori dalam model ekonomi supply and demand, orang akan membeli lebih sedikit barang yang mengalami kenaikan harga. Namun menurut Marshall hal ini tidak akan terjadi pada barang inelastis seperti obat-obatan dan makanan. Pasalnya kedua hal tersebut merupakan barang yang penting untuk kehidupan sehari-hari konsumen. Jadi ketika secara teori harga bahan pangan akan meningkat karena suplai sedikit akibat gagal panen, maka tidak lantas membuat masyarakat tidak membeli bahan pangan. Tentu saja masyarakat akan tetap membeli bahan pangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sebagai makhluk hidup, yaitu makan.
Meskipun tetap memilih untuk membeli bahan pangan, tentu saja masyarakat akan lebih selektif dalam memilih bahan pangan. Sayangnya proses seleksi yang digunakan berdasar pada murah dan mahalnya bahan pangan tersebut tidak peduli memenuhi kebutuhan gizi atau tidak. Hal inilah yang akan menimbulkan permasalahan baru di kalangan masyarakat.
Kenapa Inflasi Pangan Berbahaya?
Krisis iklim yang berdampak kepada inflasi pangan pada akhirnya akan merugikan manusia. Harga bahan pangan yang cenderung meningkat akan mambuat masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah tidak dapat menjangkaunya. Akhirnya masyarakat akan memilih bahan pangan yang berkualitas rendah atau bahkan tidak bernutrisi karena yang diharapkan dari makanan yang dikonsumsi adalah terpenuhinya rasa kenyang.
Hampir separuh dari populasi dunia mengalami malnutrisi. Hal ini dikarenakan kekurangan makan atau justru terlalu banyak makan yang berakibat pada terjadinya stunting dan obesitas. Indonesia mungkin telah diketahui mengalami kemajuan dalam menurunkan angka stunting, tetapi ternyata masih mengalami kegagalan untuk menurunkan angka obesitas. Hal ini tidak jauh disebabkan oleh kurangnya literasi masyarakat terkait kebutuhan nutrisi dan pemenuhan gizi seimbang. Bagi masyarakat Indonesia, terlepas dari kondisi inflasi pangan yang membuat bahan pangan tidak terjangkau, tujuan dari menyantap makanan hanyalah rasa kenyang alih-alih kebutuhan nutrien untuk tubuh terpenuhi.
Menurut World Food Programme (WFP) tahun 2022 merupakan tahun kelaparan yang parah dan belum pernah terjadi sebelumnya. Peningkatan kerawanan pangan akut dari 135 juta orang pada tahun 2019 menjadi 345 juta orang pada 2022.
Kurangnya literasi pemenuhan gizi dan sektor pangan mengalami inflasi ini akan mendorong masyarakat untuk memilih bahan pangan yang murah. Padahal rata-rata produk dan bahan pangan yang murah dan diproduksi masal didominasi komposisi tidak alami dan memiliki kandungan gizi sangat sedikit. Terlebih pada bahan pangan jenis tersebut kebanyakan menggunakan garam, gula atau pemanis buatan yang semakin menggilas kualitas bahan pangan.
Ketika masyarakat kita masih memiliki banyak PR untuk memahami tentang definisi dan tujuan makan yang sesungguhnya kemudian diterpa inflasi pangan yang salah satunya diakibatkan oleh krisis iklim, maka krisis pangan hingga krisis kemanusiaan pun tak terelakkan.
Jadi, krisis iklim bukan sekedar membuat kita merasakan udara yang panas, tetapi juga dapat berdampak signifikan pada inflasi hingga pada kelaparan.
Referensi
Climate Impacts on Agriculture and Food Supply | Climate Change Impacts | US EPA. (n.d.). Climate Change. Retrieved November 4, 2022, from https://climatechange.chicago.gov/climate-impacts/climate-impacts-agriculture-and-food-supply
Climate Impacts on Agriculture and Food Supply | Climate Change Impacts | US EPA. (n.d.). Climate Change. Retrieved November 4, 2022, from https://climatechange.chicago.gov/climate-impacts/climate-impacts-agriculture-and-food-supply
A global food crisis | World Food Programme. (n.d.). WFP. Retrieved November 6, 2022, from https://www.wfp.org/global-hunger-crisis
Indonesia Juara Dunia Paling Tidak Percaya Global Warming – DW – 11.08.2022. (2022, August 11). DW. Retrieved November 7, 2022, from https://www.dw.com/id/orang-indonesia-juara-dunia-paling-tidak-percaya-global-warming/a-62779726
Tretina, K. (2022, August 30). Inflation vs. Recession – Forbes Advisor. Forbes. Retrieved November 4, 2022, from https://www.forbes.com/advisor/investing/inflation-vs-recession/
What Is Climate Change? | United Nations. (n.d.). the United Nations. Retrieved November 4, 2022, from https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change