Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), seluruh dunia saat ini sedang menghadapi tiga krisis planet (triple planetary crises) yang menentukan masa depan kehidupan yang baik dan sehat di Planet Bumi.
Tiga krisis planet mengacu pada tiga masalah utama, yang saling terkait, yang saat ini dihadapi oleh seluruh umat manusia, yaitu perubahan iklim, hilangnya alam (keanekaragaman hayati), serta polusi dan limbah. Ironisnya konsekuensi paling parah akan dirasakan oleh pihak-pihak yang sesungguhnya bukanlah penyebab terjadinya krisis.
Dikutip dari situsnya, masing-masing masalah tersebut memiliki sebab dan akibat sendiri dan setiap masalah perlu diselesaikan jika kita ingin memiliki masa depan yang baik di Planet Bumi. Ketiga krisis tersebut, yaitu:
Perubahan iklim (Climate change) adalah masalah paling mendesak yang dihadapi umat manusia saat ini. Sederhananya, perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca jangka panjang yang dalam jangka panjang akan sepenuhnya mengubah ekosistem yang mendukung kehidupan di planet ini. Aktivitas manusia adalah pendorong utama perubahan iklim. Hampir semua yang manusia lakukan menyebabkan pelepasan emisi. Namun, penggunaan energi, industri, transportasi, bangunan, dan pertanian adalah penyebab utama pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. Konsekuensi dari perubahan iklim saat ini sudah terwujud melalui peningkatan intensitas dan parahnya kekeringan, kelangkaan air, kebakaran hutan, naiknya permukaan laut, banjir, pencairan es kutub, badai bencana dan penurunan keanekaragaman hayati.
Polusi (Pollution), mengacu pada berbagai bentuk pencemaran, seperti pencemaran air, udara dan tanah serta sampah. Namun pencemaran udara (air Pollution) menjadi penyebab terbesar penyakit dan kematian dini di dunia, dengan lebih dari tujuh juta orang meninggal sebelum waktunya setiap tahun karena polusi. Hebatnya, sembilan dari sepuluh orang di seluruh dunia menghirup udara yang mengandung tingkat polutan yang melebihi pedoman WHO. Polusi disebabkan oleh segala sesuatu mulai dari lalu lintas dan pabrik hingga kebakaran hutan, gunung berapi, dan jamur. Penyebab polusi lainnya adalah polusi udara rumah tangga dalam ruangan dari memasak dengan bahan bakar dan teknologi yang mencemari, yang secara komulatif menyebabkan sekitar 3,8 juta kematian pada tahun 2016 saja.
Kehilangan keanekaragaman hayati (Biodiversity loss) mengacu pada terjadinya penurunan atau hilangnya keanekaragaman hayati, yang meliputi hewan, tumbuhan, dan ekosistemnya. Alasan hilangnya keanekaragaman hayati mencakup segala hal, dimulai dari penangkapan ikan yang berlebihan hingga hilangnya habitat (misalnya penggundulan hutan untuk membuka jalan bagi pembangunan) hingga penggurunan karena perubahan iklim. Keanekaragaman hayati adalah dasar untuk segala sesuatu di planet ini – karena pada akhirnya kita semua saling terkait. Hilangnya keanekaragaman hayati berdampak pada pasokan makanan dan akses ke air bersih – tanpanya kita tidak memiliki masa depan di planet kita.
Konsekuensi dari tiga krisis tersebut sangatlah besar bagi umat manusia. Berkisar dari kematian akibat bencana yang berhubungan dengan cuaca (yang telah meningkat lima kali lipat dalam 50 tahun terakhir), dimana setiap tahun telah mengakibatkan 21,5 juta orang mengungsi akibat bencana terkait perubahan iklim. Ini juga berarti banjir, kekeringan, dan badai yang lebih ekstrem dan lebih sering, yang tidak hanya berarti biaya manusia yang besar, tetapi juga biaya lingkungan dan keuangan yang besar. Menurut laporan Tahun 2021, salah satu penyedia asuransi terbesar bagi perusahaan asuransi mengungkapkan, bahwa perubahan iklim dapat memangkas nilai ekonomi dunia sebesar $23 triliun pada tahun 2050 – dengan negara-negara maju seperti AS, Kanada, dan Prancis kehilangan antara enam dan sepuluh persen dari output ekonomi potensial mereka. Sedangkan bagi negara-negara berkembang, dampak perubahan iklim bahkan lebih mengerikan, dengan Malaysia dan Thailand, misalnya, keduanya melihat pertumbuhan ekonomi mereka menurun sebesar 20 persen dari apa yang yang ditargetkan pada tahun 2050.
PBB menyerukan kepada seluruh pihak, baik pemerintah, kalangan bisnis dan masyarakat harus berkolaborasi, secara bersama sama untuk menghadapinya. Bagi masyarakat, banyak hal yang dapat dilakukan, antara lain seperti: menghemat penggunaan sumber daya, seperti air, listrik dan energi serta tindakan ramah lingkungan lainnya yang dapat meminimalisir terjadinya pemborosan sumber daya alam serta tercemarnya lingkungan hidup.