Tragedi kepunahan burung Passenger Pigeon atau Merpati Pengembara (sebangsa dengan Burung Dara) adalah pelajaran sekaligus refleksi dalam peringatan Hari Migrasi Burung Sedunia (World Migratory Bird Day/ WMBD) yang diperingati setiap bulan Mei dan Oktober, pada hari sabtu di minggu kedua. Kedua hari tersebut selaras dengan siklus migrasi burung. Burung menjadi makhluk di Bumi dengan mobilitas tertinggi, dimana dua kali setahun, di musim semi dan musim gugur, miliaran burung bermigrasi dalam jarak yang sangat jauh melintasi seluruh dunia.
Pada awal tahun 1980an burung Merpati pengembara diketahui memiliki jumlah yang sangat luar biasa banyaknya, karenanya acapkali diakui sebagai burung dengan populasi terbesar di dunia. Digambarkan, bahwa ketika kawanan burung ini terbang bermigrasi, seolah-olah merubah langit menjadi hitam dan gelap selama ber jam-jam, bahkan berhari-hari karena sinar matahari tertutup oleh miliaran ekor burung di langit. Wilson (1808–14) memperkirakan 2.230.272.000 burung dalam satu koloni terbang, dan Schorger pada tahun 1871 menghitung 136.000.000 di daerah bersarang di Wisconsin yang mencakup 2200 km².[i]
Gambar: Sebuah lukisan yang menggambarkan perburuan ketika migrasi passenger pigeon berlangsung.
Lukisan di atas juga menggambarkan sebuah surat yang ditulis pada 11 Juni 1851 (tidak dipublikasi) oleh Thomas Cawley dari Cleveland, Ohio kepada saudara perempuannya di New York memberikan gambaran tentang pembunuhan terhadap burung Passenger Pigeon: “Burung Pigeons sangat banyak dan selama seminggu terakhir setiap hari dari hari terang sampai gelap telah terus-menerus menembaki burung-burung malang. Bahkan saat saya menulis ada ratusan pria dan anak laki-laki di sekitar kota bermunculan. Mereka membunuh ratusan di jalanan dan selama perang ini berlanjut, saya tidak punya banyak tangan untuk membunuhnya, bagi saya tampaknya setiap orang telah mengucapkan selamat tinggal pada daging kambing dan hidup dengan menyantap passenger pingeon”. (Terjemahan red.)
Diyakini banyak faktor sebagai penyebab kepunahan passenger pigeon yang masih belum dapat dijelaskan secara detail. Pembantaian atau perburuan besar-besaran adalah salah satunya. Namun, sulit untuk meyakininya jika dikatakan, bahwa hanyalah perburuan yang mengakibatkan miliaran burung menjadi punah. Kehancuran hutan gugur dengan pohon oak yang ada di Amerika dan Kanada juga diyakini mengakibatkan kepunahan satwa ini. Karena dianggap jika merpati pengembara tidak bisa beradaptasi di jenis hutan lainnya.
Blockstein & Tordoff (1985) menyatakan bahwa gangguan pada koloni merpati yang bersarang, telah mengakibatkan burung dewasa meninggalkan sarang mereka, merupakan faktor penentu kematian Merpati Pengembara. Sebagai akibat dari aktivitas manusia, banyak lokasi sarang potensial yang telah ditinggalkan (Blockstein 2002). Hal ini sejalan dengan Forbush (1927), yang menyatakan bahwa penghancuran terus-menerus pada burung muda, dan kegagalan untuk membesarkan anak oleh burung dewasa, pada akhirnya menghabisi spesies tersebut.
Sebagai salah satu burung migrasi, diperkirakan kepunahan passenger pigeon akibat adanya tekanan di berbagai tempat saat berlangsungnya migrasi. Sehingga wajarlah apabila migrasi burung dianggap sebagai perjalanan yang berbahaya dan melibatkan berbagai macam ancaman, sering kali disebabkan oleh aktivitas manusia. Dan betapa beragamnya manusia dan kebiasaan mereka di berbagai negara, begitu pula ancaman yang dihadapi burung. Karena burung yang bermigrasi bergantung pada berbagai lokasi di sepanjang area distribusinya, hilangnya lokasi musim dingin dan persinggahan dapat berdampak dramatis pada peluang burung untuk bertahan hidup.
Pada akhir abad 19, spesies burung itu berakhir. Merpati penumpang terakhir di alam liar ditembak pada tahun 1900. Tetapi anggota terakhir dari spesies tersebut masih bertahan di Kebun Binatang Cincinnati (the Cincinnati Zoological Gardens). Awalnya di tahun 1875 Kebun Binatang Cincinnati mendapatkan 26 ekor burung. Sayangnya mengalami kegagalan untuk ditangkarkan, sehingga tersisa satu pasangan yang dikenal dengan nama George dan Martha Wahingtong (Nama Presiden Amerika). Pada tahun 1914 dikethaui hanya tersisa Martha seekor (dari miliaran burung yang tak terhitung jumlahnya), karena George telah mati empat tahun sebelumnya. Kemudian pada tanggal 1 September 1914, Martha sebagai perwakilan terakhir dari spesiesnya mati. Sebagai makhluk hidup, burung Passenger Pigeon (Merpati Pengembara) kemudian dinyatakan telah PUNAH.
Foto: Martha, diyakini sebagai spesies terakhir passenger pigeon di dunia (kiri)[ii], Ilustrasi Burung passenger pigeon (kanan)[iii]
Sungguh sulit dibayangkan, jika spesies yang awalnya sangat luar biasa jumlahnya, dari sebelumnya mencapai miliaran, menjadi jutaan, kemudian akhirnya mengalami kepunahan. Tragedi passenger pigeon sesungguhnya menepis anggapan, bahwa spesies yang jumlahnya sangat melimpah (miliaran ekor burung), tidak dapat punah dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan tragedi tersebut turut menepis berbagai faktor penyebab kepunahan burung lainnya, antara lain karena tidak bisa terbang seperti kepunahan burung dodo, kepunahan karena endemik dalam suatu wilayah atau kepulauan tertentu dan/ atau karena memiliki jelajah yang terbatas.
Secara global, peringatan Hari Burung Migrasi Sedunia merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran global atau lintas batas negara terhadap ancaman yang dihadapi oleh burung yang bermigrasi, kepentingan ekologisnya, dan perlunya kerja sama internasional untuk melestarikannya. Pada tahun 2022, slogan resmi “Redupkan Lampu untuk Burung di Malam Hari!” telah dipilih menjadi tema kampanye Hari Burung Migrasi Sedunia yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Polusi cahaya merupakan ancaman yang signifikan bagi burung yang bermigrasi, menyebabkan disorientasi ketika mereka terbang di malam hari, menyebabkan tabrakan dengan bangunan, mengganggu kemacetan internal mereka, atau mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan migrasi jarak jauh. Selain itu, polusi cahaya tidak hanya menjadi masalah yang membahayakan bagi burung yang bermigrasi, tetapi juga berdampak pada berbagai spesies, misalnya serangga yang menjadi sumber pakan penting bagi burung yang bermigrasi. Karenanya dalam rangka peringatan hari migrasi burung sedunia, maka pada hari Sabtu tanggal 14 Mei dan 8 Oktober 2022 dihimbau kepada seluruh masyarakat yang peduli, agar meredupkan (mematikan) lampu di malam hari, sebagai peran serta dalam upaya konservasi burung.
Penulis buku “A Message from Martha”, Mark Avery menyatakan, bahwa kehilangan martha pada masa lalu mungkin karena ketidaktahuan manusia. Saat ini alasan ketidaktahuan tidak dapat dipergunakan kembali, namun sayangnya manusia terus menjarah berbagai keindahan alam dan lingkungan hidup. Sampai sekarang, kita dapat melihat secara jelas tindakan dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup.[iv]. Kisah passenger pigeon dan peringatan hari migrasi burung sedunia diharapkan dapat menggugah semangat dan tindakan konservasi burung, baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Semoga…
[i] Julian P. Hume, Extinct birds, Bloomsbury Natural History, 2017
[ii] Sumber Gambar: Robert Shufeldt/ Internet Archive Photograph
[iii] Sumber Gambar: (https://www.britannica.com/animal/passenger-pigeon)
[iv] https://www.theguardian.com/books/2014/aug/29/passenger-pigeon-100-years-extinction